SHARE
1 / 3
2 / 3
3 / 3

istimewa

Sutradara Villeneuve dikenal dengan pendekatan sinematik yang unik. Ia, tanpa diragukan lagi, merupakan salah seorang pembuat film yang begitu kaya akan visualisasi "aneh", namun di saat bersamaan sangat memanjakan mata, dan membuat penonton terpana dan fokus.

Seperti film-filmnya yang lain, dalam "Dune", Villeneuve memiliki pacing yang cenderung lambat -- ia tidak takut memaksa audiens untuk mengikuti perjalanan para lakon utamanya mencari sebuah jawaban atas misteri dan keraguan mereka melalui durasi film yang panjang.

Novel "Dune" sendiri sangat kuat dalam visualisasi yang tertuang dengan apik melalui kata-kata yang dirangkai oleh Herbert. Sang penulis buku membawa pembaca untuk menjelajahi Arrakis melalui penggambaran, beragam tokoh, dan kosakata yang membuat "Dune" benar-benar menjadi sebuah dunia yang begitu baru.

Hal ini membuat "Dune" dinilai sulit untuk diadaptasi ke bentuk film. Novel ini pernah dianggap "tidak bisa difilmkan" karena kontennya yang begitu luas.

"Dune" sebelumnya pernah diadaptasi ke bentuk film oleh David Lynch pada tahun 1984, dan kurang diterima oleh para penggemar bukunya.

Di sisi lain, Villeneuve dengan gaya penceritaannya mencoba untuk menyuguhkan pengalaman tersebut ke dalam bentuk audio-visual. Betapa ganasnya planet Arrakis, bagaimana para karakter memiliki motivasinya masing-masing, bagaimana teknologi mampu mewujudkan motivasi tersebut di masa depan.

Ia menemukan variasi dan tekstur yang mengejutkan dalam palet warna nan umumnya berdebu dan tandus -- yang mungkin sesuai dengan imaji dari para pembaca novelnya.

Dalam bukunya, "Dune" memiliki cerita yang begitu kompleks dengan banyak karakter, filosofi, tema, dan istilah. Ini adalah hal yang cukup tricky bagi sineas yang mengadaptasi buku ke format film.

Sutradara memadukan potongan-potongan adegan yang berlatarkan di masa lalu, kini, dan depan untuk menyuguhkan audiens kepingan puzzle untuk disusun dalam film ini.

Visualisasi ini tak lepas dari peran sinematografer di baliknya, Greig Fraser ("Vice", "Rogue One: A Star Wars Story"). Film ini begitu besar, namun juga tematik serta minimalis dalam beberapa aspek.

Fraser sendiri dikenal untuk menghadirkan kesederhanaan untuk mendukung emosi dan kompleksitas cerita dan tokoh di dalamnya, dan hal ini juga terjadi dalam "Dune".

Hal lain yang membuat "Dune" begitu dinantikan adalah jajaran para pemainnya. Chalamet -- aktor muda yang tengah naik daun, kembali membuktikan kebolehannya dalam dunia akting. Sayangnya, karakternya di sini tak begitu kuat jika dibandingkan oleh lakon lainnya.

Sebut saja Rebecca Ferguson. Kehadirannya sebagai Jessica melabuhkan sisi yang lebih emosional dari film, dan membuatnya menjadi karakter yang paling terasa "berdimensi".

Di sisi lain, terdapat sejumlah karakter yang begitu mencuri perhatian. Duncan Idaho (Jason Momoa) dan Gurney Halleck (Josh Brolin) sebagai dua figur mentor yang tangguh untuk Paul sangat menyenangkan untuk disaksikan. Tak lupa Stellan Skarsgård sebagai Baron Vladimir Harkonnen pun membuat audiens berkali-kali terkejut melalui penampilannya.

Pengalaman visual dan cerita ini didukung dengan baik melalui musik dan scoring dari Hans Zimmer -- yang sudah pernah berkolaborasi dengan Villeneuve melalui "Blade Runner 2049".
??


Zimmer mampu membuat score dan musik menjadi bagian yang vital dalam membawa penonton mengikuti perjalanan Paul, serta menjaga perhatian dan keterikatan audiens menyaksikan film dengan durasi 2 jam 35 menit ini.

Secara keseluruhan, "Dune" bisa dibilang layak untuk ditunggu karena menyajikan pengalaman sinematik yang penuh -- dan menjadi alasan utama betapa menyenangkannya tenggelam dalam cerita melalui menonton film di layar lebar.

Sementara itu, meskipun sekuelnya belum secara resmi diberi lampu hijau oleh studio Legendary, Villeneuve telah menyatakan bahwa film 2021 akan mencakup paruh pertama dari novel, dengan bagian kedua akan mencakup separuh sisanya.

"Dune" akan tayang di berbagai bioskop di Indonesia mulai 13 Oktober.


 

Halaman :