SHARE

Ilustrasi

CARAPANDANG.COM - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa rokok menjadi salah satu faktor risiko penting yang menyebabkan Indonesia menduduki peringkat ke-108 negara dengan kekerdilan tertinggi di dunia.

“Indonesia menempati peringkat ke-108 dari 132 negara yang diurutkan berdasarkan prevalensi kekerdilan balita terendah hingga tertinggi. Ini satu kondisi yang perlu mendapatkan perhatian dari kita semua,” kata Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Muhammad Rizal M. Damanik dalam "Sosialisasi Pemahaman Hubungan Perilaku Merokok dan Stunting" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (20/1/2022).

Rizal menuturkan Indonesia menempati urutan ke-108 dari 132 negara yang diurutkan berdasarkan prevalensi kekerdilan balita dari terendah hingga tertinggi di dunia. Melalui peringkat itu pula, Indonesia menjadi negara dengan angka kekerdilan tertinggi ketiga di kawasan ASEAN setelah Timor Leste dan Laos Demokrat.

Meskipun angka kekerdilan pada tahun 2021 sudah menyentuh angka 24,4 persen, angka itu masih jauh dari standar yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni sebesar 20 persen dan target pemerintah pada tahun 2024 yang sebesar 14 persen.

Menurutnya, tinggi badan ibu memang menjadi faktor penting yang menjadi penanda status gizi ibu. Namun, adanya ibu yang terpapar atau mengkonsumsi rokok bisa mempengaruhi distribusi nutrisi dan oksigen pada bayi yang dikandung.

Akibat terpapar asap rokok selama masa kehamilan, ibu menjadi perokok pasif yang berpotensi melahirkan bayi dalam kondisi meninggal, prematur, keguguran, bahkan berat badan lahir rendah (BBLR) dan kematian.

“Rata-rata berat badan bayi akan 71,6 gram lebih rendah dan 16 persen lebih tinggi kemungkinan menjadi BBLR. Bahkan, memiliki peluang 51 persen lebih tinggi kemungkinan ukuran lahir yang lebih kecil daripada rata-rata,” ujar dia.

Halaman :