SHARE

Istimewa

CARAPANDANG.COM – Reformasi perpajakan pada 2022 senantiasa memperhitungkan dampak terhadap perekonomian nasional,kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.

“Pasti kami lakukan analisis yang mendalam, jadi kalaupun ada perubahan pasti dampak terhadap perekonomiannya selalu kami perhitungkan dengan sangat terukur,” katanya saat konferensi pers daring, Jumat.

Febrio menyampaikan reformasi perpajakan merupakan upaya untuk meningkatkan penerimaan perpajakan secara berkelanjutan dan diarahkan sesuai struktur ekonomi yang terus mengalami perubahan.

“Bukan hanya perekonomian Indonesia, perekonomian seluruh dunia mengalami perubahan. Bagaimana struktur pemajakannya harus semakin sesuai dengan perubahan struktur perekonomian tersebut,” jelas Febrio.

Febrio pun mencontohkan pungutan pajak pertambahan nilai (PPM) terhadap perdagangan melalui sistem elektronik sebagai salah satu reformasi perpajakan yang disesuaikan dengan struktur ekonomi saat ini.

Ia menyebut reformasi perpajakan di tengah pandemi COVID-19 cocok digabungkan dengan konsolidasi fiskal. Pemerintah akan berupaya menaikkan penerimaan pajak sehingga defisit APBN pada 2023 dapat kembali di bawah 3 persen.

Reformasi pajak, lanjut dia, tidak hanya dilakukan secara sepihak oleh Indonesia tetapi juga dilakukan oleh negara-negara lain yang tergabung dalam G20 yang tengah membahas wacana untuk mengadopsi pajak minimum global.

“Apa yang kita lakukan dalam reformasi perpajakan ini, kami tidak lakukan sendiri, kami juga lakukan sesuai dengan best practice di seluruh dunia,” tegasnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan bahwa perbaikan pada sistem perpajakan dilakukan dalam rangka memulihkan ekonomi dari pandemi COVID-19 karena akan berimplikasi pada kembalinya kesehatan keuangan negara.

Menurutnya sistem perpajakan yang baik akan mampu mendorong penerimaan pajak sebagai salah satu kontributor terbesar dalam sumber pendapatan negara.