SHARE

Istimewa

CARAPANDANG.COM – Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung pada 21-23 Desember 2021 agaknya memiliki makna yang strategis dan bukan sekadar pemilihan Rais Aam atau Ketua Umum PBNU yang memunculkan beragam isu hanya karena perbedaan dukungan, termasuk isu intervensi dari KPK atau BIN.

Makna yang strategis adalah ormas yang lahir di Surabaya pada 31 Januari 1926 itu akan segera memasuki usia Satu Abad pada 2026 dan "Satu Abad" NU itu berada dalam pusaran era digital yang berbeda jauh dengan kompleksitas tantangan yang dihadapi NU pada "satu abad" pertama (1926-2026).

Hingga kini, peran NU dalam menanggulangi radikalisme dan ekstrimisme sudah diakui berbagai kalangan, tidak saja oleh kekuatan nasional, bahkan kalangan internasional.

Karena itu, bila Muktamar NU kali ini diisi dengan hal-hal yang tidak strategis hingga menimbulkan perpecahan di NU, maka kelompok ekstrem yang selama ini merasa terancam dengan keberadaan dan kekuatan NU sebagai kekuatan Islam moderat terbesar di dunia, akan bertepuk tangan.

"Biarkan Muktamar NU Lampung berjalan dengan wajar dan tidak menabrak AD/ART. Biarkan Warga NU memilih pemimpinnya sesuai hati nurani mereka, sebagaimana pesan salah satu deputi BIN ke saya: Semoga seperti air mengalir bersih tanpa intervensi dan pilihan terbaik warga NU akan jatuh ke tokoh pilihan sesuai nurani. Ayo kita jaga NU jangan sampai pecah," kata Rais Syuriyah PCINU Tiongkok 2017-2021, KH DR Imron Rosyadi Hamid, dalam cuitannya (14/12/2021).

Sejak kelahirannya, NU sudah memiliki peran strategis dalam menjaga negeri ini dari perpecahan, mengingat kondisi bangsa ini yang sangat majemuk dalam suku, agama, ras, dan antar-golongan, termasuk peran terkini dalam menanggulangi radikalisme dan ekstrimisme yang jelas-jelas mengundang perpecahan di berbagai negara.

"Apapun alasannya, Indonesia nggak boleh pecah, termasuk pecah karena alasan agama," kata mantan Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagaimana dikutip 'santri' Prof KH Imam Ghozali Said dalam dialog podcast arrahim.id (18/12/2021).

Untuk menghindari perpecahan Indonesia yang disebabkan agama, Gus Dur menyebutkan Islam harus diperjuangkan dalam konteks substansi, sebab bila Islam diperjuangkan secara formal hukum/teknis atau formalisasi Islam, maka akan bermasalah terus dengan penganut agama lain, sehingga mengundang perpecahan, padahal perpecahan membuat ibadah pun menjadi sulit.

"Jangan memperjuangkan formalisasi hukum Islam, formalisasi hukum Islam itu hanya untuk penganut Islam, jadikan Islam itu sebagai ruh atau substansi. Sekulerisasi jangan dibiarkan, tapi Islam juga jangan membuat orang menjadi terancam dan membuat orang lain takut, ajarkan Islam dengan pendekatan kultural, bukan dari pendekatan atas atau formal, jadikan Islam bisa diterima kelompok lain," kata Gus Dur.

Oleh karena itu, Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 20-23 Desember 2021 jangan sampai menimbulkan perpecahan hanya karena urusan Rais Aam atau Ketua Umum PBNU, agar NU mampu menjaga negeri ini hingga melewati "Satu Abad" kedua dari NU (2026-2126).

Apalagi, jamaah/massa/komunitas NU juga semakin bertambah sesuai hasil riset lama yang dikeluarkan oleh lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia, Denny JA, pada 18-25 Februari 2019 (survei terbaru belum ada) bahwa NU merupakan ormas terbesar di Indonesia, bahkan di dunia.

Hasil survei tersebut menetapkan ormas NU berada pada posisi teratas dengan jumlah 49,5 persen dari 250 juta penduduk Indonesia, atau 108 juta nahdliyyin/NU, lalu Muhammadiyah ada 4,3 persen, gabungan ormas Islam lain ada 1,3 persen, Persatuan Alumni 212 (PA 212) 0,7 persen dan FPI 0,4 persen. Namun, ada 35 persen orang yang tidak merasa menjadi bagian dari ormas yang ada.

Survei itu melibatkan sebanyak 1.200 responden ini dilakukan melalui wawancara secara langsung yang dipilih menggunakan multistage random sampling. Dari total responden, komposisi reponden Muslim di Indonesia sebesar 87,8 persen, sedangkan margin of error atau tingkat kesalahan survei ini pada kisaran 2,9 persen.

Survei LSI ini membuktikan bahwa NU saat ini bukan hanya sebagai pemilik ormas terbesar dalam skala nasional saja, namun juga membuktikan bahwa NU adalah ormas terbesar di dunia. Jadi, NU memasuki usia seratus tahun (1926-2026) itu bukan hanya akan "menghijaukan" Indonesia saja, namun juga "menghijaukan" dunia.
 

Halaman :
Tags
SHARE